Perusahaan dikatakan baik apabila memiliki trend pertumbuhan, diminati investor, mampu membukukan keuntungan (profitable), memiliki prospek yang baik, memiliki produk/jasa unggulan, memiliki kompetensi teknis dan yang terakhir mempunyai manajemen yang andal. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini perusahaan-perusahaan di Indonesia terutama BUMN diwajibkan untuk mewujudkan itu semua jika ingin tetap eksis dan bersaing dengan kompetitor dari negara lain. Tetapi pada kenyataannya, setiap tahun rata-rata 25% perusahaan-perusahaan BUMN malah mengalami kerugian sehingga bukannya menambah pendapatan APBN malah menjadi beban bagi negara.

Apa yang harus dilakukan pemerintah? Pertama, pemerintah mencoba memperbaiki sendiri perusahaan-perusahaan BUMN itu yaitu dengan cara melakukan restrukturisasi. Tetapi cara ini masih kurang berhasil selain terbatasnya anggaran pemerintah untuk memperbaiki kinerja, pemerintah juga dihadapkan dengan masalah budaya korupsi yang sudah melekat di setiap BUMN yang ada. Maka dibutuhkan keterlibatan pihak lain yang membantu untuk memperbaikinya, oleh karena itu, privatisasi merupakan salah satu alternatif terbaik untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan-perusahaan BUMN.


Ada 4 pandangan/sudut pandang dalam hal menentukan keputusan privatisasi, ada 3 hal yang mendukung privatisasi dan 1 hal yang menolak privatisasi. Kita bahas yang mendukung privatisasi yaitu pertama, ekonomi mikro (Kementerian Negara BUMN), kedua, ekonomi makro (Departemen Keuangan), ketiga, pemakai jasa/barang (Masyarakat), dan yang menolak yaitu dari sudut pandang ekonomi politik (Legislatif) .

Ekonomi mikro bertujuan meningkatkan produktivitas, profitabilitas, efisiensi, dan pengurangan hutang BUMN. Privatisasi juga meningkatkan Good Corporate Governance (GCG), masuknya sumber keuangan baru ke perusahaan, pengembangan pasar, manfaat alih teknologi dan yang terakhir peningkatan jaringan usaha. Kementerian Negara BUMN mau tidak mau harus melakukan keputusan privatisasi dikarenakan pemerintah menginginkan setiap perusahaan BUMN yang ada menjadi sehat dan mencetak laba dalam setiap tahunnya.

Dari sisi ekonomi makro, tujuan privatisasi berorientasi pada kepentingan fiskal, yaitu untuk menambah sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), perbaikan iklim investasi, dan pengembangan pasar modal. Dalam jangka panjang, keberhasilan program privatisasi dapat mendukung sumber dana APBN. Semakin besar laba yang dapat dihasilkan BUMN maka dapat kita pastikan juga pemasukan untuk APBN yang berasal dari pajak dan dividen akan semakin meningkat.

Obyektivitas pemakai jasa/barang lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat harga barang/jasa yang terbentuk di masyarakat. Tentu saja, semakin banyak persaingan yang terjadi di bisnis sejenis maka tingkat harga yang terbentuk akan semakin murah sehingga jasa/barang yang diperjualbelikan dapat terjangkau oleh masyarakat luas.


Obyektivitas ekonomi politik bertujuan melindungi asset nasional dengan pertimbangan melindungi bidang usaha yang berkaitan dengan nasionalisme, keamanan negara dan usaha sumber daya alam. Memang sekarang tingkat kepemilikan pemerintah di setiap perusahaan-perusahaan BUMN masih mayoritas dimana pemerintah masih memiliki saham di atas 51 persen di seluruh BUMN yang ada, pengecualian pada Indosat yang melepas lebih dari 85 persen kepemilikan pemerintah. Tetapi tidak menutup kemungkinan kalau pemerintah hanya menitikberatkan pada keuntungan ekonomi makro dan mikro saja tanpa melibatkan nasionalisme/ekonomi politik maka perusahaan yang dahulunya milik/monopoli pemerintah Indonesia dapat berpindah ke perusahaan/pemerintah negara lain.

Saat ini sekitar 10% BUMN telah di privatisasi dari total 140 perusahaan BUMN. Untuk tahun 2008, Kementerian Negara BUMN merencanakan target privatisasi 28 perusahaan BUMN lagi atau sekitar 20% dari jumlah total perusahaan BUMN.
Jadi, bagaimana menurut teman-teman ? Privatisasi itu baik atau buruk ? Apabila tidak di privatisasi maka perusahaan BUMN tidak mampu bersaing dan pemerintah pun mengalami kerugian dikarenakan menanggung beban-beban yang ada. Tetapi jika diteruskan maka perusahaan-perusahaan milik pemerintah akan dikuasai sepenuhnya oleh perusahaan asing dikarenakan perusahaan dalam negeri masih belum mampu bersaing dalam hal penyediaan modal. Dilema bukan ? (Sumber : Kompas, 10 Desember 2007).

Budi W.Mahardhika
mahardhika@snfconsulting.com
Kejawan Gebang, 18 Desember 2007 (02.40)