Mengapa pemuda Islam di Indonesia harus berwirausaha? Sebuah pertanyaan yang seharusnya mulai dipikirkan dari sekarang bagi mereka yang mengaku pemuda. Pada bahasan yang lalu, telah diawali sebuah tulisan yang menyangkut semangat kepahlawan dalam bidang ekonomi. perlu diketahui bahwa, pemuda Islam di Indonesia tidak banyak yang sepak terjangnya di dunia wirausaha. Padahal, kita tahu ranah wirausaha ini merupakan area yang cukup strategis apabila ingin menguasai dunia. Namun, sayang peluang ini masih belum cukup baik dilihat oleh pemuda Islam di Indonesia. Setidaknya ada 4 alasan yang melatarbelakangi mengapa pemuda Islam di Indonesia harus berwirausaha?


Pertama, Perbandingan kualitas Sumber Daya Manusia antara muslim dengan non-muslim yang tidak sebanding. Mari kita lihat, besar jumlah umat Islam di Indonesia saat ini mencapai 80-90% dari jumlah penduduk (160-180 juta). Jumlah pengusaha yang ada saat ini hanya 168 ribu orang. Bandingkan dengan jumlah penduduk non-muslim yang hanya berjumlah 10-20% dari jumlah penduduk (20-40 juta) tetapi dapat menguasai 70% dari jumlah total pengusaha Indonesia, yaitu 392 ribu orang. Kalau Head to Head (bersaing) maka kualitas sumber daya manusia non muslim dalam menumbuhkan kinerja ekonomi adalah 1:21 orang. Maka, jangan heran jika sampai saat ini program kristenisasi atau pemurtadan dapat hidup dan tumbuh subur di negara yang muslimnya terbesar di dunia ini. Ini merupakan alasan utama, mengapa pemuda Islam di Indonesia harus berwirausaha.


Kedua, adalah tingginya tingkat pengangguran yang diakibatkan kurang seimbangnya antara jumlah pengusaha (perusahaan) dengan jumlah pekerja. Jumlah pengangguran di Indonesia pada akhir tahun 2006 saja, yaitu: pemuda sebanyak 10,85 juta jiwa dan sarjana 385.418 jiwa (Bisnis Indonesia, 11 Nopember 2006) dan akan bertambah setiap tahunnya. Jika pengangguran tidak segera di atasi maka jumlah masyarakat miskin di Indonesia akan bertambah (Data Bank Dunia 2006, 49% penduduk Indonesia dalam kondisi miskin) sehingga akan mengakibatkan negara tidak stabil dikarenakan naiknya jumlah kriminalitas (iklim investasi terganggu).


Ketiga, ketergantungan impor di Indonesia yang sangat membahayakan. Hampir seluruh kebutuhan pokok di Indonesia harus kita penuhi dengan cara impor. Gandum/terigu 100%, pakan udang 35%, susu 70%, gula 40%, garam 50%, 25% kebutuhan daging sapi nasional (550 ribu ekor sapi), beras, kedelai dan lain-lain, bahkan minyak bumi pun kita harus impor sebanyak 40% dari kebutuhan nasional. Padahal Indonesi termasuk negara produsen minyak. (Kompas,14 Nopember 2007).


Keempat, adalah ketergantungan terhadap merek asing yang memalukan. KFC, Mc D, 5 a Sec, Starbuck, dan lain-lain mendapatkan apresiasi sangat baik di hati konsumen Indonesia. Masyarakat Indonesia lebih menyukai dan bangga memakai produk luar negeri dari pada produk dalam negeri. Bangga menggunakan produk luar negeri dianalogikan sama dengan membunuh saudara sendiri di rumah yang sama secara pelan-pelan. Negara miskin penyumbang negara-negara kaya, mungkin itu merupakan kata-kata yang pas bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Padahal, kemandirian suatu bangsa merupakan sesuatu yang mutlak yang harus dilakukan apabila bangsa ini ingin berubah ke arah yang lebih baik.


So, apakah Anda ingin berpartisipasi? Apakah Anda ingin memajukan bangsa ini? Bila iya, maka menjadi pengusaha merupakan salah satu pilihan terbaik yang harus diprioritaskan bagi kader KAMMI yang menginginkan perubahan di negeri ini. Wallahu’alam bis showab.


Budi W. Mahardhika

mahardhika@snfconsulting.com