Dalam bukunya yang terbaru, Where Have All the Leaders Gone? (Ke mana perginya para pemimpin?) Lee Iacocca gregetan. Bagaimana tidak geregetan? Dia mengetahui bahwa dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan eksak pada skala internasional urutan pertama diduduki oleh Korea Selatan, kedua Jepang, dan yang ketiga Singapura. Amerika Serikat berada di peringkat ke-18 dari 24 peserta yang mengkuti moment tersebut. Untuk mengatasi ketertinggalan itu, Iacocca menunjukkan jalan yang harus dilakukan, agar bangsa Amerika bekerja keras dan memperhatikan pendidikan anak-anak mereka. Rasa nasionalisme, rela berkorban dan harga diri kebangsaannya tumbuh seketika ketika mendengar kabar yang mengejutkan tersebut. Ia tidak rela bangsanya dipermalukan.


Bagaimana dengan bangsa Indonesia? Apakah kita masih mempunyai nasionalisme kebangsaan? Ataukah kita hanya berdiam diri saja dengan keadaan yang ada karena memang bukan urusan kita? Atau yang paling ekstrim kita malu sebagai bangsa Indonesia? Kita boleh berbanggga, Indonesia merupakan negeri kaya akan sumber daya alam, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan AS dan bahkan Indonesia memiliki ratusan tokoh yang telah mendapatkan gelar pahlawan nasional. Daftar ini akan menjadi lebih panjang jika kategori pahlawan kemerdekaan dan pahlawan revolusi turut dihitung. Namun, mengapa jumlah pahlawan yang banyak belum membuat negeri ini menjadi bangsa yang besar? Mengapa Indonesia belum bisa diakui sebagai bangsa besar di dunia Internasional? Bukankah dengan merayakan Hari Pahlawan setiap tahun kita telah taat terhadap pernyataan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya.

Coba bandingkan Indonesia dengan Singapura dan Malaysia. Secara historis, kedua negara ini tak memiliki rekaman historis yang heroik saat meraih kemerdekaannya, tetapi kinerja ekonomi negeri tetangga ini jauh melampaui Indonesia. GNP per kapita Singapura 30 kali lebih besar dari Indonesia. Juga GNP per kapita Malaysia sekitar 3 kali lipat Indonesia, maka benarkah negeri dengan banyak pahlawan seperti Indonesia memiliki beban jauh lebih berat untuk menjadi bangsa yang besar? Dimanakah semangat 10 Nopember itu? Indonesia butuh pahlawan-pahlawan baru dalam bidang ekonomi. Indonesia butuh pahlawan yang dapat menggerakkan roda bisnis dan meningkatkan kinerja ekonomi. Pahlawan baru itu adalah entrepreneur/pengusaha.

Ir. Ciputra dalam Koran Bisnis Indonesia menyatakan : "Indonesia butuh banyak entrepreneur kalau ingin maju. Sekarang ini, jumlah pengusaha Indonesia hanya 0,28 % dari jumlah penduduk padahal di negara maju minimal 5 % jumlah pengusahanya. Bandingkan dengan Singapura yang mempunyai jumlah entrepreneur sekitar 8 % dari jumlah penduduk."
Celakanya lagi di Indonesia mayoritas entrepreneur 70% di huni oleh keturunan Tionghoa atau non muslim. Jadi jumlah entrepreneur muslim di Indonesia hanya berjumlah 0.084% atau jumlahnya sekitar 168 ribu orang. Kalau jamaah Tarbiyah jumlahnya 1% (asumsi 2 juta orang) dari jumlah penduduk maka hanya 1680 orang se-Indonesia. Kalau anggota atau alumni KAMMI yang jadi entreprenur berapa ya? Mohon hitung sendiri he..he :p. Anda siap jadi entrepreneur? (Sumber : Kompas dan Bisnis Indonesia)

Budi W.Mahardhika
Bendum KAMMDA Surabaya (2004-2006)
mahardhika@snfconsulting.com